Andaikan selaksa harta ada padaku, takkan riang dalam sukmaku. Andaikan sejagad raya dian menerpaku, takkan padang dalam batinku. Memang semua suka bukan untukku, memang semua kasih sayang hanya sebatas jari-jemariku. Kalau mau suka, seribu ibaan kata kuharus kuasa, sedikit ada kata yang salah, akan kurasakan tamparan badai nista memporak jiwaku.
Aku tak pantas duduk di kursi itu, yang tiap hari kubersihkan dengan air mataku. Aku hanya pantas hidup dikolong jembatan diantara sampah yang berserakkan, aku hanya pantas jadi gelandangan, gembel-gembel jalanan yang mondar-mandir mencari ibaan orang, untuk menyambung hidup masa depan.
Saban hari harus berkelahi dengan alam, terus berjalan, menangis dan mengharap uluran tangan. Aku butuh semua untuk aku. Kasih-Mu yang tulus, Cinta-Mu yang suci, lekatkan dalam jasad, satu dalam kalbu mengukuhkan jiwa dalam temaramnya lampu, menggugah malam di alam padang, menggelar panjang di atas cahaya suci-Mu, menembus dalam-dalam menanti terangnya bersama genderang nurani
Anas, Juli 1989
0 komentar:
Post a Comment